aku, dia, orang lain dan hatiku…

Ketika aku sayang dia dan aku cinta dia tapi aku tidak suka apa yang ada pada dirinya.. Egois? Atau aku tidak menerima dia apa adanya? Ketika kekurangan itu bersifat tangible, aku ga masalah, namun ini intangible, sesuatu yang mengakar, sifat, watak, yang mungkin, Banyak orang memang ga suka..

Ketika aku melihat apa yang tidak ada pada dirinya ada pada orang lain.. Ketika aku bersama orang lain tersebut.. orang lain itu bercerita dan dia menunjukan bahwa dia bercita-cita persis seperti apa yang ingin aku menjadi. Dia beride sama seperti ide seperti aku pikirkan.. Dia menunjukan sifat-sifat wanita yang mana sifat itu yang aku butuhkan… Lantas apakah aku menaruh hati padanya? Aku tertarik padanya? Secara normal dan secara logika harusnya aku menjawab iya, tapi kali ini tidak…

Ketika itu yang aku pikirkan adalah dia… Dan tiap kali dia menunjukan kelebihannya itu aku berandai melalui mata si orang lain tersebut, andaiku berangan, seandainya dia memiliki sifat orang lain itu, seandainya dia bisa berpola pikir seperti orang lain tersebut itu, seandainya orang lain itu berwujud dia, bukan aku menyayangi hanya fisik dia, namun bukan pula jika aku mengatakan aku senang dengan sifat dia. Aku tidak mengerti, mungkin yang aku sayangi adalah jiwanya…

Ketika hal ini seharusnya normal, aku akan menaruh harapan, harapan kepada si orang lain itu, harapan yang persis ketika orang lain itu berujar “den, kamu tuh harusnya nyari pendamping yang bisa mengatur hidupmu” dia berujar seakan dialah orang yang bisa membantuku menata hidup, dan memberikanku sepercik harapan, bahwa orang seperti itu ada, ada didepanmu sekarang ini… Ketika itu normal, aku memberi harapan pada si orang lain itu, harapan dimana aku bisa belajar banyak dari dia dan belajar banyak tentang hidup, yang saling mendukung dan saling menopang… yang saling tergantukng antara satu dan lainya…

Namun apa yang terjadi kali itu.. Aku menaruh harapan, bukan kepada si oranglain itu, bukan kepada orang yang senormalnya itu yang aku beri harapan, bukan! Tapi harapan dimana dia bisa menjadi orang lain itu. Harapan dimana dia bisa berkata-kata bertutur, berpikir dan be-ride seperti si orang lain itu.. Harapan dimana dia bisa menjadi si orang lain itu…

Ketika itu aku berpikir aku bisa menunggumu selamanya lebih sehari untuk melihatmu berubah… Ketika itu aku berpikir akan melakukan apa saja untuk dia menjadi si orang lain itu.. Aku berpikiran itu semua persis dimata si orang lain itu.. Ketika aku menatap mata si orang lain itu… ketika Aku berkelakar, aku lepas bercerita dengan si orang lain itu dengan bayang-bayang dia dibalik si orang lain itu.. Berharap bayangan itu menjelma menjadi sesuatu yang nyata dan terjadi.

Aku tidak normal…

Aku selalu punya alasan untuk tidak sakit hati, seberapapun eksplisitnya perlakuan yang dia beri kepadaku, pun tidak eksplisit, itu terasa nyata dibalik hati ini. Paling tidak aku merasakannya sehingga aku tau bahwa aku mengerti aku merasakannya, aku jujur dan aku tidak sedang membohongi diriku sendiri…

Alasan itu berkata, dia masih muda, masih belum siap berpola seperti itu, alasan itu berkata, dia memang bukan orang yang berpikir seperti itu, manusia diciptakan berbeda bukan? Alasan itu berkata, pengalaman dia belum cukup.. Alasan itu juga menuduhku, bahwa aku yang salah, bahwa aku yang seharusnya membuat dia lebih baik, bukan hanya diam saja melihatnya seperti ini.

Alasan itu terlalu banyak, aku bisa saja menciptanya beberapa lagi. Namun yang paling sering membuatku banyak tak beralasan adalah.. Alasan itu berkata, aku sayang padanya, sayang yang sepatutnya aku terima dia apa adanya, aku memaklumi semua kekurangannya, meski kadang logika ini sering berkilah, apa dia memaklumi kekuranganku? Apa dia menyayangku kembali? Apa dia mau perduli sama aku, apa iya perasaan kita sebanding, pun tidak, rela lah aku mengejar dia.. Melumatkan ambisiku dan cita citaku untuk dia? Logikaku berkata aku bodoh, tapi alasan itu berkata kamu sayang dia…
Aku sedang tidak mengenal siapa aku, karena aku tidak tau apa yang terjadi, apa yang sedang aku alami dan apa yang sebenarnya aku butuhkan. Sering logika ini berkata, dia bukan yang aku butuhkan, orang lain itu yang ada diadapanmu ini mungkin yang sebenarnya aku butuhkan, orang lain itu yang seharusnya aku sayangi, aku sayangi dan menyayangku kembali, yang aku sayangi dan kita sama-sama menyayangi cita-cita kita, yang aku sayangi dan membutuhkan aku, membutuhkan untuk aku sayangi, membutuhkan untuk ada di pundaknya selalu, membutuhkan seperti halnya aku membutuhkan dia

secara tertulis apabila aku bikin dua bagan dimana aku membandingkan antara dia dan orang lain itu, banyak alasan-alasan manfaat yang bisa aku tuliskan dalam daftar si orang lain itu, alasan-alasan itu tidak sebanyak alasan yang bisa aku tuliskan dalam daftar dia.. Tapi kalau boleh aku berikan bobot, aku berikan bobot 1-2 pada alasan alasan bermanfaat itu… Dan akan kuberikan bobot 1000 pada satu alasan yang juga aku berikan kepada dia, alasan itu adalah “sayang” dan sekejap, kembali dia yang memenangkan hati ini.. aku rasa ini bukan perkara kuantitas dan kualitas. Ini adalah perasaan…

Seperti aku bilang, aku sedang tidak mengenali diriku sendiri, aku sedang tidak mengerti apa yang dibutuhkan olehku, kebutuhan yang secara normal aku butuhkan ada di orang lain itu, kali ini yang aku butuhkan adalah dia, bukan orang lain itu, bukan pilihan secara yang jelas-jelas, secara eksplisit ada di alasan-alasan manfaat yang ada di orang lain itu…

Aku bingung bimbang
Yang ada membutuhkan dia, bukan orang lain itu, aku melihat dia di mata si orang lain itu, Aku membutuhkan sesuatu yang jelas tidak aku butuhkan, secara manfaat. Dan aku merasa tidak membutuhkan sesuatu yang jelas jelas aku butuhkan. Seketika aku merasa bodoh, merasa salah, merasa dungu, namun ini terasa benar, dan baik-baik saja…

Jadi salah aku? Salah hatiku? Salah perasaanku? Jika dicari yang salah, Salahkan mereka semua… Yang ku tau aku merasakannya, sehingga aku tau aku tidak membohingi diriku sendiri..

Apa yang aku harus lakukan ketika ada dia dan ada orang lain itu? haruskah aku memilih orang lain itu dan mencoba mengelabuhi rasa sayangku untuk kebutuhan jasmaniku? Atau aku membunuh jasmaniku dan memeberikan perasaanku? perasaan yang aku butuhkan? Semuanya tidak benar aku tau itu.. Tapi aku tidak mau abu-abu, aku tidak mau tidak memilih dan tidak menjadi orang..

Seperti yang aku bilang, aku tidak mengenali siapa aku sekarang…

2 Responses to aku, dia, orang lain dan hatiku…

  1. ipied berkata:

    hati menduakah?
    sulit memilihkah?
    berasa mau lari dari kenyataan dan masalahkah?

  2. Roberfel berkata:

    dalam sekali tulisan ini bro..

    realita kah?

Tinggalkan komentar